SkemaNusantara.com – CEO Starbucks, Brian Niccol, mengumumkan rencana pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagai langkah pemulihan perusahaan. Meski demikian, karyawan yang bekerja langsung di gerai Starbucks tidak akan terdampak kebijakan ini.
Menurut laporan Reuters (19/1/2025), rincian terkait PHK ini akan diumumkan pada awal Maret 2025. Kebijakan ini diambil setelah Niccol, yang baru menjabat sebagai CEO empat bulan lalu, membuat sejumlah langkah strategis untuk meningkatkan daya saing perusahaan di tengah persaingan ketat dan melemahnya permintaan di pasar utama, yaitu Amerika Serikat (AS) dan China.
“Kami menyadari bahwa struktur organisasi yang ada saat ini kurang efisien. Terlalu banyak lapisan dan peran yang hanya fokus pada koordinasi, sehingga memperlambat langkah kami,” ujar Niccol.
Pada Oktober lalu, Starbucks sempat menunda proyeksi pendapatan dan belanja tahun fiskal 2025. Perusahaan kini memprioritaskan restrukturisasi, termasuk renovasi sejumlah gerai di AS untuk meningkatkan efisiensi dan kenyamanan pelanggan.
Selain itu, Direktur Independen Utama Starbucks, Mellody Hobson, juga akan pensiun setelah mengabdi selama hampir dua dekade di perusahaan tersebut.
Kinerja Starbucks Indonesia di Tengah Isu Global
Di Indonesia, operasional Starbucks yang dikelola oleh PT MAP Boga Adiperkasa Tbk. (MAPB) juga menghadapi tantangan besar. Hingga kuartal III/2024, MAPB mencatat kerugian bersih Rp79,13 miliar, berbanding terbalik dengan laba bersih Rp111,44 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Penurunan ini sejalan dengan merosotnya penjualan sebesar 21,1%, dari Rp3,07 triliun di kuartal III/2023 menjadi Rp2,42 triliun di kuartal III/2024. Penjualan minuman, yang menjadi salah satu andalan, turun 26,4% secara tahunan, dari Rp1,81 triliun menjadi Rp1,33 triliun.
Tekanan terhadap Starbucks juga datang dari boikot konsumen sebagai respons atas dukungan perusahaan terhadap Israel dalam konflik dengan Palestina. Hal ini turut memengaruhi persepsi publik dan penjualan di beberapa pasar, termasuk Indonesia.